welcome

Selamat datang guys...di my blog...happy ya....

Kamis, 10 Juni 2010

Print Cerpen
Posting cerpen by: Yuura
Total cerpen di baca: 680
Total kata dlm cerpen: 885
Tanggal cerpen diinput: Mon, 7 Jun 2010 Jam cerpen diinput: 6:37 PM
0 Komentar cerpen

Aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama saat guru itu memperkenalkan diri di depan kelas sebagai guru Matematika baru kami. Usianya masih 25 tahun dan perbedaan 9 tahun itu bagiku bukan masalah yang besar jika seseorang memang telah tertelan cinta. Cinta itu membutakan segalanya kan?
Setiap hari aku selalu memperhatikannya, berusaha menarik perhatiannya. Kami sering berbincang hal yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelajaran. Terkadang meskipun bersama murid-murid lain, kami pergi nonton atau karoke. Dia begitu baik dan ramah dan rasa cintaku padanya semakin besar.
"Aku suka Pak Zera," kataku pada teman masa kecilku, Ren yang datang ke rumahku untuk menyontek PR-PR ku.
Ren langsung menjatuhkan pulpen ditangannya. Ditatapnya aku dengan wajah kaget, "Pak Zera? Serius?"
Aku mengangguk.
Ren memegang bahuku lalu mengguncangnya, "Dia itu udah nikah Ka! Kamu sadar gak?"
"Aku tahu kok!" Gerutuku.
Ren hanya memandangku dengan tatapan curiga, "pokoknya jangan macem-macem," Katanya berusaha menasihatiku.

Esoknya aku menjalani sekolahku seperti biasa. Saat itu aku pulang yang pulang terlambat karena membaca buku di perpustakaan melihat Pak Zera yang sedang merokok di taman kecil belakang sekolah, aku mendekatinya.
"Pak!" Aku berusaha mengagetkannya dari belakang.
"Rika," Pak Zera langsung menjatuhkan rokoknya ke tanah dan menginjaknya. "Ada apa?"
Aku duduk di samping pak Zera, kutatap wajahnya sebentar lalu keputusanku telah bulat, "Aku suka bapa," Ungkapku.
Angin berhembus pelan di taman kecil belakang sekolah yang jarang didatangi ini. Pak Zera hanya terdiam memandangku, sama seperti saat Ren mendengarnya.
Pak Zera mengelus-elus kepalaku, "Apaan sih kamu ini, Ka, jangan buat bapa GR."
"Aku serius!"
Pak Zera terdiam lalu tersenyum, "Kau sudah tau kan bapa sudah punya istri, tidak mungkin," Katanya pelan.
Kini aku yang terdiam, aku sudah tau jawaban apa yang akan dia jawab jika aku mengatakannya.
"Ayo kita pulang, rumah kita searah sampai jalan perempatan di depan kan?," ajaknya.
Aku hanya mengangguk.
Kami berjalan dengan canggung di sepanjang jalan, Pak Zera tidak berbicara apapun padaku, aku juga hanya terdiam. Pikiranku penuh, penuh oleh sesuatu yang tidak aku tahu.
Sebelum sampai ke perempatan tempat kami berpisah, aku memberhentikan langkahku.
"Ada apa?" Pak Zera juga ikut terhenti.
"Aku, sungguh-sungguh suka bapa," kata-kataku mengalir. "Aku tidak akan mengecewakan bapa."
"Rika,"
"Tolong jadilah pacarku! Meskipun sembunyi-sembunyi, meskipun tidak ada yang tahu, aku ingin bersama bapa..." Kataku dengan tegas sambil memandang lurus pada orang yang kusukai itu.
Pak Zera memandangku, "Baiklah jika itu maumu," Jawabanya.
Sepanjang jalan pulang, kebahagiaanku tidak dapat terbendung, aku tidak bisa tidur memikirkannya, semalaman kami SMS-an tak henti, meskipun membicarakan hal tidak penting aku tetap senang.
Saat hari minggu kami pergi keluar bersama, hanya untuk makan siang. Meskipun kami harus pergi ke tempat yang sedikit jauh, aku tidak keberatan. Kami benar-benar seperti orang yang berpacaran, membicakan kesukaan masing-masing, Pak Zera menyuruhku memanggilnya hanya Zera saja. Tidak ada kebahagiaan yang melebihi ini bagiku.
"Kau? Dengan Pak Zera?" Ren tersentak.
"sttt... Jangan keras-keras Ren!" Aku berusaha menutup mulut Ren.
Ren memegang kepalanya, "Apa kau sadar apa yang kau lakukan Rika?"
"Aku tau... tapi aku tetap menyukainya..."
"Hubungan ini tidak benar Ka, kamu harus putus!"
Aku hanya berusaha tidak menanggapi saran Ren. Aku tidak peduli apa pendapat orang lain saat ini. Aku hanya ingin menikmatinya.
'Tililit Tililit'
Handphone Pak Zera berbunyi saat kami sedang makan di salah satu kafe di pusat pembelanjaan. Pembicaraan kami terhenti.
Pak Zera langsung menanggapi telepon itu. Dari caranya bicara, dari setiap senyum yang terbentuk di bibirnya saat berbicara aku tau itu pasti istrinya. Aku sedikit cemburu.
Setelah 3 bulan kami pacaran, rasa cintaku sama sekali tidak berubah. Aku malah makin menyukainya.
Hari itu saat aku menunggunya untuk pergi bersama, Pak Zera membatalkannya dengan mendadak, dia bilang istrinya sakit. Meskipun aku kesal, aku harus sadar bahwa aku hanyalah selingkuhannya, tidak mungkin menyaingi istrinya. Aku hanya menahan perasaan ini.
"Hentikan itu Rika, kau hanya akan semakin sakit jika terus bersamanya," Ren kembali menasihatiku.
Kini aku sedikit memikirkan kata-kata Ren, tapi aku juga tidak ingin menerimanya begitu saja.
"Aku harus bagaimana?" Tanyaku pelan.
"Terima orang yang mencintaimu jangan mengejar orang yang kau cintai," Ren memandangku. "Aku menyukaimu sejak dulu." Lanjutnya.
Aku tersenyum, tapi untuk saat ini aku masih tidak bisa. Ada masalah yang harus kuselesaikan.
"Ada apa Rika?" Pak Zera berlari mendekatiku sambil kelelahan karena berlari. "Ada hal penting apa sampai ingin bertemu mendadak?" Tanyanya.
"Tolong, cium aku," Pintaku.
"Hah?" Pak Zera terkejut.
"Tolong hancurkan rasa cintaku pada bapa."
Pak Zera terdiam sejenak, ia mendekatiku, lalu menciumku dengan erat, menumpahkan segala perasaan di hatiku. Aku begitu menyukainya, begitu ingin memilikinya. Aku tidak bisa berbuat apapun.
"Kau sudah puas sekarang?"
"Maaf, aku begitu naif ingin memiliki bapa. Aku begitu menyukai bapa sampai-sampai membuatku gila, bolehkah aku melupakannya?"
Pak Zera tersenyum, "Jika itu pilihanmu," Katanya.
"Aku tidak menyesal bertemu bapa, dan menjalin hubungan dengan bapa meskipun hanya sebentar, meskipun sembunyi-sembunyi," Aku berusaha tersenyum.
Aku menundukan kepalaku, berusaha tidak memandangnya lalu beranjak pergi. Ren telah menungguku tak jauh dari taman tempat aku dan Pak Zera bertemu. Ren menggenggam tanganku dan kami pulang bersama. Meskipun aku belum bisa menerima Ren, seiring berjalannya waktu, perasaanku pasti akan berubah.

Populerkan, simpan atau kirim cerpen ini :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar